Senin, 30 Januari 2012
DAMPAK KEBESAN MEDIA MASSA
tidak selamanya fungsi kebebasan pers memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi. Seringkali fungsi kebebasan dari pers justru meresahkan masyarakat. Sebagai ilustrasi adalah kasus pemuatan karikatur Nabi muhamad di surat kabar jyllands-posten pada edisi 30 september 2005 di denmark.
Jylland-posten adalah surat kabar populer di negri itu. Surat kabar itu tidak dikenal sama sekali di indonesia sampai dengan editor surat kabar tersebut memutuskan untuk memuat karikatur Nabi muhamad yang di sangat di angungkan oleh umat islam di seluruh dunia. Karikatur itu telah menyulut rasa di sejumlah negara , termasuk indonesia,
Latar belakang terbitnya kartun tersebut adalah ketika seorang penulis bernama karet bluitgen mengajukan keberatan ikhwal tidak adanya ilustrator yang bersedia menggambar wajah nabi muhammad di dalam buku anak-anak yang tengah di tulisnya. Ilustrasi sosok nabi itu dibutuhkan oleh blitgen untuk memuat sebagai gambar pelengkap di dalam bab tenaga islam. Alasan para ilustrator untuk menolak permohonan bluitgen adalah adanya fatwa larangan untuk menggambar citra nabi dengan alasan apapun.
Jyllands-posten meminta kartunisnya untuk menggambar citra nabi muhammad menurut pendapat pribadi kartunis. Jyllands-posten malakukan hal ini sebagai pernyataan (assertion) dari hal kebebasan berpendapat dan sekaligus sebagai pernyataan menolak tekanan kelompok muslim. Kelompok muslim memang memberi tekanan agar hak-hak mereka di hormati oleh semua pihak , termasuk oleh pers
Apapun niat dari editor jyllands-poten, keputusan mereka pada akhirnyatelah memprovokasi umat islam di seluruh dunia. Akibat yang di timbulkannya tidak ringan, yaitu semakin meruncingnya benturan peradaban barat dan timur. Lalu di manakah letak kebebasan berpendapat apabila di benturkan hak-hak orang lain ?
Dampak negatif lainnya dalam kebebasan pers.adalah merebaknya fenomena pornografi di masyarakt indonesia. Hal tersebut di tandai dengan maraknya tabloid-tabloid dan tayangan televisi yang mengangkat seks sebagai tema utama. Bahkan, tabloid-tabloid tersebut dapat kita temukan di jual bebas di pinggir jalan
Banyaknya tabloid semacam ini terjadi sejak tahun 1998, yaitu semenjak dihapuskannya surat izin usaha penerbit an (SIUPP). Penerbit yang memproduksi tabloid-tabloid ini dapat bertahan karena pada kenyataannya tabloid ini banyak di beli oleh masyarakat.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah berencana memberlakukan undang-undang antipornografi dan pornoaksi. Saat ini, RUU tersebut sedang di bahas di DPR. Akan tetapi, RUU antipornografi ini mengalami polemik dalam masyarakat barkaitan dengan beberapa pasal yang terkandung dalam RUU itu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar